Jumat, 11 Januari 2019

Swamedikasi

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
      Swamedikasi merupakan salah satu elemen penting dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut Depkes RI 1993 adalah upaya seseorang dalam mengetahui gejala penyakit tanpa konsulytasi ke dokter terlebih dahulu. Swamedikasi menjadi alternative yang diambil mesyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan, dan biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan keluhan dan upaya penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare dan lain-lain.
Swamedikasi yang baik bertanggungjawab dapat memberikan bayak manfaat bagi pasien. Selain deari efek produk obat yng diguakan pasien, pasien akan mendapatkan ketersediaan obat dan perawatankesehatan yang lebih luas. Peran aktikpasien dalam perawatan kesehatannya sendiri juga akan meningkat.
Ada beberapa pengetahuan minimal terkait swamedikasi yang sebaiknya dipahami masyarakat, pengetahuan tersebut antara lain tentang mengenali gejala penyakit, memilih produk sesuai dengan indikasi dari penyakit, mengikuti petunjuk yang tertera pada etiket brosur, memantau hasil terapi dan kemungkinan efek samping yang ada.
II.2 Rumusan Masalah
Apakah dengan pengobatan swamedikasi dapat mempermudah pasien memperoleh obat dan meringankan biaya pengobatan pasien ?
Apakah obat paracetamol lebih efektif daripada ibu profen ?
II.3 Maksud Dan Tujuan
II.3.1 Maksud
Adapun maksud dari percobaan ini yaitu untuk memahami bagaimana cara pemberian swamedikasi yang baik kepada pasien
II.3.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana memberikan swamedikasi kepada pasien yang menderita penyakit demam dan nyeri

BAB II 
PEMBAHASAN

2.1 Swamedikasi (Pengobatan Sendiri).
      Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan Menteri Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993. Secara sederhana, dapat dijelaskan bahwa swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi ke pada dokter.                  Namun penting untuk dipahami bahwa swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional tidak dengan cara mengobati tanpa terlebih dahulu mencari informasi umum yang bisa diperoleh tanpa harus melakukan konsultasi dengan pihak dokter. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Depkes RI., 2006; Zeenot, 2013).
      Apabila dilakukan dengan benar, maka swamedikasi merupakan sumbangan yang sangat besar bagi pemerintah, terutama dalam pemeliharaan kesehatan secara nasional (Depkes RI., 2008).
2.2 Faktor Penyebab Swamedikasi
       Ada beberapa faktor penyebab swamedikasi yang keberadaannya hingga saat ini semakin mengalami peningkatan. Beberapa faktor penyebab tersebut berdasarkan hasil penelitian WHO; antara lain sebagai berikut :
Faktor sosial ekonomi
      Seiring dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, yang berdampak pada semakin meningkatnya tingkat pendidikan, sekaligus semakin mudahnya akses untuk memperoleh informasi, maka semakin tinggi pula tingkat ketertarikan masyarakat terhadap kesehatan. Sehingga hal itu kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan dalam upaya untuk berpartisipasi langsung terhadap pengambilan keputusan kesehatan oleh masing-masing individu tersebut.

Gaya Hidup
       Kesadaran tentang adanya dampak beberapa gaya hidup yang bisa berpengaruh terhadap kesehatan, mengakibatkan banyak orang memiliki kepedulian lebih untuk senantiasa menjaga kesehatannya daripada harus mengobati ketika sedang mengalami sakit pada waktu-waktu mendatang.

Kemudahan memperoleh produk obat
      Saat ini, tidak sedikit dari pasien atau pengguna obat lebih memilih kenyamanan untuk membeli obat dimana saja bisa diperoleh dibandingkan dengan harus mengantri lama di Rumah Sakit maupun klinik.

Faktor kesehatan lingkungan
       Dengan adanya praktik sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang benar sekaligus lingkungan perumahan yang sehat, berdampak pada semakin meningkatnya kemampuan masyarakat untuk senantiasa menjaga dan mempertahankan kesehatannya sekaligus mencegah terkena penyakit.

Ketersediaan produk baru
       Semakin meningkatnya produk baru yang sesuai dengan pengobatan sendiri dan terdapat pula produk lama yang keberadaannya juga sudah cukup populer dan semenjak lama sudah memiliki indeks keamanan yang baik. Hal tersebut langsung membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri semakin banyak tersedia (Zeenot, 2013).

2.3 Obat dan Penggolongannya Dalam Swamedikasi
       Obat merupakan zat yang dapat bersifat sebagai obat atau racun. Sebagaimana terurai dalam definisi obat bahwa obat dapat bermanfaat untuk diagnosa, pencegahan penyakit, menyembuhkan atau memelihara kesehatan, yang hanya didapatkan pada dosis dan waktu yang tepat, namun dapat bersifat sebagai racun bagi manusia apabila digunakan salah dalam pengobatan dengan dosis yang berlebih atau tidak sesuai aturan yang telah ditetapkan, dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Pada dosis yang lebih kecil, efek pengobatan untuk penyembuhan penyakit tidak akan didapatkan (Anief, 1997; Ditjen POM, 1997).
      Obat tanpa resep adalah obat untuk jenis penyakit yang pengobatannya dianggap dan ditetapkan sendiri oleh masyarakat dan tidak begitu membahayakan jika mengikuti aturan memakainya (Anief, 1997).
      Golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri adalah golongan obat bebas dan obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (SK Menkes NO. 2380/1983).

2.3.1 Obat Bebas
      Obat bebas yaitu obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan bisa diperoleh di apotek, toko obat, toko dan pedagang eceran. Pada kemasan obat ini ditandai dengan lingkaran hitam dengan latar berwarna hijau. Contohnya Parasetamol (Pereda nyeri dan demam), dan produk-produk vitamin.

2.3.2 Obat Bebas Terbatas
     Obat bebas terbatas yaitu obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun dalam penggunaannya harus memperhatikan peringatan-peringatan tertentu. Obat ini juga dapat diperoleh di apotek, toko obat, toko dan pedagang eceran. Pada kemasan obat ini ditandai dengan lingkaran hitam dengan latar berwarna biru, juga disertai peringatan dengan latar belakang warna hitam. Contoh obat bebas terbatas adalah obat-obat flu. Adapun peringatan yang dicantumkan ada 6 macam sesuai dengan aturan pemakaian masing-masing obatnya, yaitu :
Peringatan no.1: Awas! Obat Keras, Bacalah Aturan Pakainya !

Peringatan no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan

Peringatan no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dari badan

Peringatan no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar

Peringatan no.5: Awas! Obat Keras. Tidak Boleh Ditelan

Peringatan no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan (Widodo, 2004).

2.3.3 Obat Wajib Apotek
      Menurut Keputusan Menteri Kesehatan NO. 347/ MENKES/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Berikut beberapa ketentuan yang harus dipatuhi apoteker dalam memberikan obat wajib apotek kepada pasien.
      Apoteker berkewajiban untuk melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien, mencakup nama, alamat, umur, dan penyakit yang sedang dideritanya.
      Apoteker berkewajiban untuk memenuhi ketentuan jenis sekaligus jumlah yang bisa diserahkan kepada pasien, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang diatur oleh Keputusan Pemerintah Kesehatan tentang daftar obat wajib apotek (OWA).
      Apoteker berkewajiban memberikan informasi yang benar tentang obat yang diserahkan, mencakup indikasi, kontra-indikasi, cara pemakaian, cara penyimpanan, dan efek samping yang tidak diinginkan yang paling dimungkinkan akan timbul sekaligus tindakan yang disarankan apabila hal itu
memang benar-benar terjadi.
      Sesuai Permenkes NO. 919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep adalah:
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
Pengobatan sendiri dengan obat wajib apotek (OWA) tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
Penyakit dan Pilihan Obat pada Swamedikasi
Berdasarkan beberapa penelitian, penyakit-penyakit yang paling sering diobati secara swamedikasi, antara lain demam, batuk, flu, nyeri, diare, dan gastritis (Supardi dan Raharni, 2006; Abay dan Amelo, 2010).

2.4.1 Demam
         Demam bukan merupakan suatu penyakit, tetapi hanyalah merupakan gejala dari suatu penyakit. Suhu tubuh normal adalah 370 C, apabila suhu tubuh lebih dari 37,20 C pada pagi hari dan lebih dari 37,70 C pada sore hari berarti demam. Demam umumnya disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Penyebab infeksi antara lain kuman, virus, parasit, atau mikroorganisme lain. Contoh : radang tenggorokan, cacar air, campak, dan lain-lain. Penyebab non infeksi antara lain dehidrasi pada anak dan lansia, alergi, stres, trauma, dan lain-lain (Depkes RI., 2007).
         Penanggulangan dengan terapi non obat untuk mengatasi demam ringan dapat diatasi dengan istirahat yang cukup, usahakan makan seperti biasa meskipun nafsu makan berkurang, minum banyak air, periksa suhu tubuh setiap 4 jam, kompres dengan air hangat, dan hubungi dokter bila suhu sangat tinggi (diatas 380C), terutama pada anak-anak. Terapi obat yaitu dengan menggunakan obat penurun panas (antipiretik) dan hanya dianjurkan digunakan jika dengan cara terapi non obat demam tidak dapat diatasi. Obat penurun panas (antipiretik) yang dapat digunakan adalah parasetamol dan asetosal.

      Dosis pemakaian obat penurun panas untuk dewasa umumnya tiga hingga 4 kali sehari. Batas waktu pemakaian obat penurun panas pada pengobatan sendiri tidak lebih dari 2 hari. Hindari penggunaan campuran obat demam lain karena Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus melibatkan tenaga kesehatan, semisal dokter atau perawat. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Zeenot, 2013).
dapat menimbulkan overdosis. Jika menggunakan asetosal, sebaiknya diminum setelah makan atau bersamaan dengan makanan karena obat tersebut berisiko mengiritasi lambung (Depkes RI., 2007).

2.4.2 Nyeri
        Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi dan kejang otot. Contoh : nyeri karena sakit kepala, nyeri haid, nyeri otot, nyeri karena sakit gigi, dan lain-lain. Obat nyeri adalah obat yang mengurangi nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan pada ujung syaraf karena kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan antara lain :
Trauma, misalnya karena benda tajam, benda tumpul, bahan kimia, dan lain-lain.
Proses infeksi atau peradangan Penanggulangan dengan terapi non obat adalah:
Tetap aktif fokuskan pada pekerjaan anda
Kompres hangat pada nyeri otot
Gunakan obat penghilang nyeri
Bila nyeri berlanjut hubungi dokter
      Beberapa obat nyeri yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri, antara lain ibuprofen, asetosal dan parasetamol. Obat-obat tersebut juga dapat digunakan untuk menurunkan panas. Ibuprofen memiliki terapi antiradang lebih tinggi dibanding efek penurun panas, sedangkan asetosal dan parasetamol efek penurun demamnya lebih tinggi dibanding efek anti nyeri (Depkes RI., 2007).
Dosis pemakaian untuk dewasa umumnya tiga hingga empat kali sehari. Batas waktu penggunaan obat nyeri pada pengobatan sendiri adalah tidak lebih dari lima hari (Depkes RI., 2006).

2.5 Keuntungan dan Kerugian Swamedikasi
        Menurut Anief (1997), keuntungan melakukan swamedikasi yaitu lebih mudah, cepat, hemat, tidak membebani sistem pelayanan kesahatan dan dapat dilakukan oleh diri sendiri.
Kekurangan swamedikasi yaitu : obat dapat membahayakan kesehatan apabila tidak digunakan sesuai dengan aturan, pemborosan biaya dan waktu apabila salah menggunakan obat, kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan, efek samping atau resistensi, penggunaan obat yang salah akibat salah diagnosis dan pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi, dkk., 2005).

        Resiko dari pengobatan sendiri adalah tidak mengenali keseriusan gangguan. Keseriusan dapat dinilai salah satu atau mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatan sendiri bisa dilakukan terlalu lama. Gangguan bersangkutan dapat memperhebat keluhan, sehingga dokter perlu menggunakan obat-obat yang lebih keras. Resiko yang lain adalah penggunaan obat yang kurang tepat. Obat bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran yeng terlalu besar. Guna mengatasi resiko tersebut, maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut (Tjay dan Raharja, 1993).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Batuk dan Asma

Batuk dan Asma C.    Pengertian Batuk Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga pernapasan dari benda atau ...